Perasaanku muncul lagi.
Perasaan yang secara tidak sengaja tumbuh disaat aku bersama dengan Bima.
Perasaan yang dulu itu, mendadak datang kembali setelah dia datang kepadaku.
Ferdi, seseorang yang dulu aku pernah merasa nyaman dengan dia daripada Bima.
Dia datang kembali dan membuatku menjadi seorang Tara yang dulu.
Dia membuatku tertawa seperti dulu dengan banyolan dia yang lepas.
Dia membuatku merasa nyaman seperti perasaan nyamanku yang belum pernah aku dapat dari Bima.
"Bagaimana kabarmu, Tar?"
Aku terkejut disaat Ferdi tiba-tiba mulai mendatangiku lagi.
Dia berada di depan kosku sambil tersenyum sumringah.
"Ferdiiii.. aku tak menyangka kau mendadak mendatangiku"
Aku secara tidak sengaja langsung mencubit lengan Ferdi, tanda ketidak percayaanku terhadap kehadiran dia yang tiba-tiba.
" Sakit, Tar. Bukannya dikasih apa kek, malah dapetnya cubitan"
Ujar Ferdi sambil meringis kesakitan.
" Kamu kemana aja? aku uda lama banget ga ketemu kamu.." teriakku dengan nada girang.
Dia hanya membalas dengan senyuman.
Itu awal pertama aku mulai bertemu kembali dengan dia.
Dan akhirnya, kitapun terus saling memberi kabar.
Yang paling membahagiakan, ternyata dia uda putus dengan pacarnya, Gina.
Aku orang pertama yang memberinya senyuman dan berkata, " syukurlah, kalau kau sdah tidak bersama dengan Gina lagi"
"Kok malah bilang kayak gitu? jangan-jangan kamu selama ini uda ngedoain aku biar cepet putus ama Gina ya??" Ferdi mulai menggodaku.
Aku hanya membalas dengan cubitan.
Hubunganku dengan Ferdi semakin intens.
sementara hubunganku dengan Bima semakin renggang.
Perasaan nyaman, yang selama ini aku butuhkan ternyata terdapat dalam hubunganku dengan Ferdi.
Ferdi yang dewasa, Ferdi yang bisa membuatku tertawa, Ferdi yang bisa membuatku merasa seperti jadi diriku sendiri tanpa di setir dengan berbagai larangan, Ferdi yang bisa menjadi saudara, ataupun kakak bagiku.
" Tar, ada apa denganmu? kenapa sekarang kau berubah?"
Bima mulai memberikanku pertanyaan disaat Bima menelponku.
" Ada apa denganku, Bim? Tidak ada apa-apa. Dan akupun tidak merasa berubah"
ujarku dengan santai.
" Yakin? Aku ngerasa kamu bukan Tara yang dulu"
" Bukan Tara yang dulu? Tara yang mana? Tara yang selalu menuruti semua maumu, tanpa kau tidak pernah mau tau apa mauku, Bim?"
Mendadak aku merasa jengah dengan dia, dengan perkataannya dan perbuatannya selama ini terhadapku.
" Kenapa sekarang kamu berani membentakku?"
Suara Bima semakin meninggi, dan membuatku menjadi semakin berani untuk melawannya.
Mungkin dulu aku hanya bisa terus mematuhi segala yang dipengen. Tapi sekarang, aku mulai lelah dengan segala sikap dia.
" Udahlah, Bim. Aku uda capek dengan sikapmu selama ini terhadapku. Aku ingin kita putus aja. Lebih baik kamu mencari perempuan yang mau menuruti semua keinginanmu"
Setelah mengatakan hal itu, aku langsung menutup telpon dan tidak pernah mengangkat telpon dia lagi.
Komentar
Posting Komentar